Kamis, 24 September 2015

Kebijaksanaan

0

Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin Hoja, seorang tokoh ulama sufi yang ternama pada masanya. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya.
Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya.
“Mengapa api itu kau tiup?” tanya sang darwis.
“Agar lebih panas dan lebih besar apinya,” jawab Nasrudin.
Setelah api besar, Nasrudin memasak sup. Sup menjadi panas. Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sunya.
“Mengapa sup itu kau tiup?” tanya sang darwis.
“Agar lebih dingin dan enak dimakan,” jawab Nasrudin.
“Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu,” ketus si darwis, “Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu.”
Lalu pergilah darwis tadi meninggalkan Nasrudin yang tetap asyik menikmati sup hangatnya.
Demikianlah yang sering terjadi. Kisah di atas mungkin adalah sepenggal kisah tak menarik bagi sebagian orang, namun bagi saya, itulah salah satu permasalahan besar bagi dunia pendidikan, khususnya sekolah kehidupan.
Banyak ulama, banyak guru-guru hebat telah dilahirkan jaman. Seorang guru yang benar-benar mumpuni dengan prestasi biasanya akan didatangi oleh ratusan bahkan ribuan murid yang ingin belajar. Namun anehnya, hanya akan ada satu dua murid yang berhasil megikuti jejak gurunya pada akhirnya. Mereka akan ikut menjadi hebat dan bahkan mungkin lebih hebat lagi dari gurunya.
Apa yang rahasia terdalam yang menjadi kuncinya?
Cerita di atas menunjukkan kita, bahwa seorang guru, selalu mampu memberikan jawaban atas pertanyaan muridnya. Namun sering kali, murid lah yang tak selalu mampu memahami jawaban dari gurunya.
Seorang guru menjawab dengan melihat kondisi, situasi, waktu, kepentingan, kesiapan, keperluan dan urgensi. Namun bagi murid yang tidak ikhlas, mereka hanya mau mendengar jawaban yang dikehendaki oleh hatinya.
Hasilnya, sehebat apapun seorang guru, tak akan mampu menghasilkan murid yang hebat pula sebelum sang murid mau berbaik sangka dan mendalami karakter gurunya, jauh sebelum ia mendalami ilmu sang guru itu sendiri.
Karena kebijaksanaan adalah ilmu yang paling sulit untuk diajarkan. Kebijaksanaan tak dipelajari dari buku, tak dipelajari dengan kata, melainkan melalui pendalaman jiwa dan karakter penuh pengabdian kepada sang guru.Semoga kita termasuk orang-orang yang mampu melihat hikmah dan mengajarkannya. Aamiin..


Wallahu’alam

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com